SURABAYA. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Managemen Kepelabuhanan (Stiamak) Barunawati akan menggalang kerja sama di bidang pendidikan kemaritiman dengan China. Negara ini dipilih karena memiliki pelabuhan dengan trafik bongkar muat peti kemas paling tinggi dunia.
Menurut Ketua Stiamak Barunawati, Nugroho Dwi Priyohadi, sebelumnya trafik peti kemas paling tinggi dikuasai Rotterdam dan Singapura. “Tapi sekarang posisinya sudah bergeser ke China,” ujarnya disela Dies Natalis ke-29 di Surabaya, Minggu (23/6/2019).
Sebagai Raja Ekonomi Dunia, kata dia,, China memiliki program Obor yang merupakan jalur sutra modern kelas dunia. Pihaknya merasa perlu menggandeng mereka, karena dominasi China di sektor pelabuhan belakangan ini sudah semakin kuat.
Stiamak yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi yang fokus di bidang logistik kepelabuhanan, kata dia, 80 persen alumninya sudah berkecimpung di dunia kepelabuhanan. Mereka antara lain bekerja di ekspedisi, shipping, EMKL dan banyak yang bekerja di perusahaan milik group Pelindo III.
Sebelumnya, Stiamak Barunawati juga sudah menggelar MoU dengan Eropa. Bahkan mereka sudah menggelar tiga kali event dalam rangka meningkatkan kualitas SDM di bidang kepelabuhanan
Dalam rangka meningkatkan kualitas, perguruan tinggi yang memiliki 500 mahasiswa ini juga berusaha mendapatkan support dari pemerintah. Selain dari induk group Pelindo III, pihaknya juga meminta dukungan dari Kemenhub dan asosiasi perguruan tinggi BUMN se Indonesia.
Pada bagian lain, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Stiamak, Evangga Nur Wahid, yang sehari-hari merupakan pekerja di bidang alat berat PT Nilam Port Terminal, mengakui teknologi di pelabuhan terus meningkat. “Di perusahaan tempat saya bekerja, sekarang semua sistemnya by online. Sudah beda jauh dengan yang sebelumnya,” ujarnya.
Sementara Dies Natalis ke-29 ini diwarnai dengan pemberian penghargaan kepada enam tokoh Stiamak yang telah berjasa membesarkan perguruan tinggi tersebut. Mereka antara lain dosen Soedjono, Kajanto, Iwan Sabatini, kurnia Saptaningsih, Wulyo Raharjo, dan seorang mahasiswa Evangga Nur Wahid.***
Penulis : Andira
Editor : Laksito Adi Darmono